Kultur Sekolah
Nama : Tri Nurhafuza
NIM : 11901016
Kelas : 4G PAI
Makul : Magang 1
KULTUR SEKOLAH
Kultur
merupakan pandangan hidup yang diakui bersamaoleh suatu kelompok masyarakat,
yang mencangkup cara berpikir, perilaku, sikap, nilai yang tercermin baik dalam
wujud fisik maupun abstrak. Oleh karena itu, suatu kultur secara alami akan
diwariskan oleh suatu generasi kepada generasi berikutnya. Sekolah merupakan
lembaga utama yang didesain untuk memeperlancar proses tranmisi kulural antar
generasi tersebut. Kultur sekolah atau dikenal budaya sekolah merupakan
himpunan norma-norma, nilai-nilai, dan keyakinan, ritual dan upacara, simbol
dan cerita yang membentuk persona sekolah. Setiap sekolah memiliki budaya
sekolah yang berbeda dan mempunyai pengalaman yang tidak sama dalam membangun
adanya ‘keunikan’ dalam dinamika budaya sekolah. Ada beberapa ahli berpendapat
tentang budaya sekolah ini.
Pertama,
menurut Peterson (2002), suatu budaya sekolah mempengaruhi cara orang berpikir,
merasa, dan bertindak. Mampu memahami dan membentuk budaya adalah kunci
keberhasilan sekolah dalam mempromosi staf dan belajar siswa.
Kedua,
menurut Willard Waller (Deal & Petersom, 2011), sekolah memiliki budaya
yang pasti tentang diri mereka sendiri. Di sekolah, ada ritual kompleks dalam hubungan
interpersonal, satu set kebiasaan, adat istiadat, dan sanksi irasional, kode
moral yang berlaku diantara mereka. Orang tua, guru, kepala sekolah, dan siswa
selalu merasakan sesuatu yang istimewa, namun seringkali tak terdefinisikan,
tentang sekolah mereka, tentang sesuatu yang sangat kuat namun sulit untuk
dijelaskan. Kenyataan ini, merupakan aspek sekolah yang sering diabaikan dan
akibatnya seringkali tidak hadir dalam diskusi-diskusi tentang upaya perbaikan
sekolah.
Ketiga,
menurut Deal dan Kennedy, kultur sekolah sebagai keyakinan dan nilai-nilai
milik bersama yang menjadi pengikat kuat kebersamaan mereka sebagai warga suatu
masyarakat. Jika definisi ini diterapkan
di sekolah, sekolah dapat saja memiliki sejumlah kultur dengan satu kultur
dominan dan sejumlah kultur lainnya sebagai subordinasi. Sejumlah keyakinan dan
nilai disepakati secara luas di sekolah, sejumlah kelompok memiliki kesepakatan
terbatas di kalangan mereka tentang keyakinan dan nilai-nilai. Keadaan ini
tidak menguntungkan, jika antara nilai-nilai dominan dan nilai-nilai
subordinasi itu tidak sejalan atau bahkan bertentangan dengan membangun suatu
masyarakat sekolah pro belajar atau membangun sekolah yang bermutu.
Keempat,
menurut Zamroni (2005:15), kultur atau budaya dapat diartikan sebagai kualitas
kehidupan sebuah sekolah yang tumbuh dan berkembang berdasarkan spirit dan
nilai tertentu yang dianut sekolah. Misalnya, sekolah yang memiliki spirit dan
nilai disiplin diri, tanggung jawab, kebersamaan, kejujuran, dan semangat hidup.
Spirit dan nilai tersebut mewarnai pembuatan struktur oganisasi sekolah,
penyusunan deskripsi tugas, sistem dan prosedur kerja sekolah, dan tata tertib
sekolah, hubungan vertikal dan horizontal antar warga sekolah,acara-acara
ritual, seremonial sekolah, yang secara keseluruhan dan cepat atau lambat akan
membentuk realitas kehidupan psikologis sekolah, yang selanjutnya akan
membentuk perilaku perorangan maupun kelompok warga sekolah.
Jadi,
kultur atau budaya sekolah dapat diartikan sebagai kualitas internal-latar,
lingkungan, suasana, rasa, sifat, dan iklim yang dirasakan oleh seluruh orang.
Kultur sekolah merupakan kultur organisasi dalam konteks persekolahan, sehingga
kultur sekolah kurang lebih sama dengan kultur organisasi pendidikan. Kultur
sekolah dapat diartikan sebagai kualitas kehidupan sebuah sekolah yang tumbuh
dan berkembang berdasarkan spirit dan nilai-nilai sebuah sekolah. Biasanya
kultur sekolah ditampilkan dalam bentuk bagaimana kepala sekolah, guru, dan
tenaga kependidikan lainnya bekerja, belajar,
dan berhubungan satu sama lainnya sehingga menjadi tradisi sekolah.
Kultur
atau budaya sangat berpengaruh dalam fungsi sekolah. Budaya sekolah merupakan
jaringan tradisi dan ritual yang kompleks, yang telah dibangun dari waktu ke
waktu oleh guru, siswa, orang tua, dan administrator yang bekerja sama dalam
menangani krisis dan prestasi. Pola budaya sangat abadi, memiliki dampak yang
kuat pada kinerja, dan membentuk bagaimana orang berpikir, bertindak, dan
merasa.
Budaya
sekolah dipandang sebagai eksistensi suatu sekolah yang terbentuk dari hasil
mempengaruhi antara tiga faktor, yaitu sikap dan kepercayaan, norma-norma, dan
hubungan antara individu sekolah.
Budaya
sekolah juga meliputi simbol dan cerita yang mengkomunikasikan nilai-nilai
inti, memperkuat misi, membangun komitmen, dan rasa kebersamaan. Simbol adalah
tanda lahiriyah nilai. Cerita merupakan representasi sejarah dan makna
kelompok. Dalam budaya positif, fitur tersebut memperkuat proses pembelajaran,
komitmen, dan motivasi, karena menjamin para anggota konsisten dengan visi
sekolah.
Budaya
sekolah mempengaruhi dalam dinamika
kultur sekolah yang tetap menekankan pentingnya kesatuan, stabilitas, dan
harmoni sosial pada sekola dalam merespon perubahan tergantung kemampuan
sekolah dalam merancang pelayanan sekolah. Sekolah merupakan sistem sosial yang
mempunyai organisasi yang unik dan pola relasi sosial diantara para anggotanya
yang bersifat unik pula. Hal itu disebut kebudayaan sekolah. Namun, untuk
mewujudkannya bukan hanya menjadi tanggung jawab pihak sekolah. Sekolah dapat
berkerjasama dengan pihak-pihak lain, seperti keluarga, dan masyarakat untuk
memrumuskan pola kultur sekolah yang dapat menjembatani kepentingan transmisi
nilai.
Sekolah
berperan dalam menyampaikan kebudayaan dari generasi ke generasi dan oleh
karena itu harus selalu memperhatikan kondisi masyarakat dan kebudayaan umum.
Namun demikian, di sekolah itu sendiri timbul pola kelakuan tertentu.
Kebudayaan sekolah merupakan bagian dari kebudayaan masyarakat luas, namun
mempunyai ciri-ciri yang khas/unik sebagai suatu sub-kebudayaan/sub-culture
(Nasution: 1999). Munculnya, sub-kebudayaan sekolah juga terjadi karena sebagian
besar dari waktu siswa terpisah dari kehidupan orang dewasa. Dalam kondisi
demikian, dapat berkembang pola perilaku yang khas bagi siswa yang tampak dari
pakaian, bahasa, kebiasaan, kegiatan-kegiatan, serta upacara-upacara.
Bagi
sekolah, bahkan pekerjaan mendisiplinkan masih menjadi tugas kesehariab yang
harus dilakukan oleh pihak sekolah. Kesulitan menanamkan disiplin belajar,
karena sekolah belum berhasil untuk menanamkan kesadaran akan pentingnya
belajar. Pihak sekolah masih terus belajar untuk menanamkan ‘senang belajar’,
karena sampai saat ini masih banyak siswa yang tidak didisiplin, terlambat
datang ke sekolah, tidak tertib mengerjakan tuga, dan tidak belajar.
Penyebab
lain timbulnya kebudayaan sekolah adalah tugas sekolah yang khas yakni mendidik
anak melalui penyampaian sejumlah pengetahuan (kognitif), sikap (afektif),
keterampilan (psikomotorik) yang sesuai dengn kurikulum dengan metode dan
teknik kontrol tertentu yang berlaku di sekolah itu. Sebagai sub-kultur, kultur
sekolah hadir dalam berbagai variasi dalam praktiknya.
Kultur
sekolah diharapkan memperbaiki mutu sekolah, kinerja di sekolah dan mutu
kehidupan yang diharapkan memiliki ciri sehat, dinamis, atau aktif, positif,
dan profesional. Sekolah perlu memperkecil ciri tanpa kultur anarkis, negatif,
beracun, bias, dan dominatif. Kultur sekolah sehat memberikan peluang sekolah
dan warga sekolah berfungsi secara optimal, berkerja secara efisien, energik,
penuh vitalitas, memiliki semangat tinggi, dan akan mampu terus berkembang.
Kultur
sekolah bersifat dinamis. Perubahan pola perilaku dapat mengubah sistem nilai
dan keyakinan pelaku dan bahkan mengubah sistem asumsi yang ada, walaupun ini
sangat sulit. Namun yang jelas dinamika kultur sekolah dapat saja menghadirkan
konflik dan jika ini ditangani dengan bijak dan sehat dapat membawa perubahan
positif. Kultur sekolah itu milik kolektif dan merupakan perjalanan sejarah
sekolah, produk dari berbagai kekuatan yang masuk ke sekolah. Sekolah perlu
menyadari secara serius mengenai keberadaan aneka kultur subordinasi yang ada
seperti kultur sehat dan tidak sehat, kultur kuat dan konsekuensinya terhadap
perbaikan sekolah. Mengingat pentingnya sistem nilai yang diinginkan untuk
peraikan sekolah, maka langakah-langkah kegiatan yang jelas perlu disusun untuk
membentuk kultur sekolah.
Jadi
dalam hal ini dinamika kultur sekolah adalah budaya dalam kehidupan sekolah
yang berjalan secara terus menerus yang dapat merubah pola perilaku. Dinamika
kultur juga dapat mengahdirkan konflik, namun dalam hal ini jika sekolah dapat
menangani secara konflik tersebut dapat menjadi perubahan yang positif.
Berikut
ini merupakan aspek-aspek budaya sekolah yang mempengaruhi fungsi sekolah :
1. Visi
dan Nilai, visi merupakan citr ideal dan unik tentang masa depan atau orientasi
masa depan terhadap kondisi ideal yang dapat dicita-citakan. Sedangkan nilai
bukan hanya sekedar sebuah preferensi, melainkan merupakan persenyawaan dari
pemikiran, perasaan, dan preferensi.
2. Upacara
dan Perayaan, hal ini sangat bermanfaat untuk membangun jaringan formal yang
relevan dengan budaya.
3. Sejarah
dan Cerita, dengan adanya sejarah dan cerita merupakan fokus utama dalam budaya
sekolah karena membentuk budaya dan berkembang sampai pada saat ini.
4. Arsitektur
dan Artefak, di sekolah pasti memiliki motto atau kata-kata, tindakan,
arsitektur, lagu, seragam sekolah yang mencerminkan budaya sekolah tersebut.
Terdapat
unsur-unsur penting dalam kebudayaan sekolah, baik abstrak (non material) dan
konkrit (material), sebagai berikut :
1. Nilai-nilai
moral, sistem peraturan, dan iklim kehidupan sekolah.
2. Pribadi-pribadi
yang merupakan warga sekolah yang terdiri atas siswa atau guru, non teaching
specialist, dan tenaga administrasi.
3. Kurikulum
sekolah yang memuat gagasan-gagasan maupun fakta-fakta yang menjadi keseluruhan
program pendidikan.
4. Letak,
lingkungan, dan prasarana fisik sekolah, gedung sekolah, mebelair, dan
perlengkapan lainnya.
Adapun
budaya sekolah yang dapat dikembangkan antara lain yang kondusif bagi
pengembangan, yaitu :
1. Prestasi
Akademik, biasanya terkait dengan sejumlah mata pelajaran pokok yang dipelajari
di sekolah. Sebagian besar orang tua siswa cenderung menghargai prestasi
akademik daripada prestasi lainnya.
2. Non-Akademik,
menghargai prestasi olah raga, seni, dan keterampilan lainnya. Selain itu, nilai-nilai
kreativitas dan demokrasi juga dapat dikembangkan melalui budaya sekolah serta
memberi ruang yang memadai, sehingga siswa memiliki kelulasaan untuk
berpartisipasi, berkreasi, berpikir secara kritis, berperilaku humanis. Selama
ini kebanyakan sekolah mengganggap yang paling penting adalah prestasi
akademik. Padahal, kesuksesan sesorang tidak hanya ditentukan oleh prestasi
akademik tetapi juga di bidang non-akademik.
3. Karakter,
pendidikan untuk pembangunan karakter pada dasarnya mencakup substansi, proses
dan suasana atau lingkungan yang menggugah, mendorong, dan memudahkan seseorang
mengembangkan kebiasaan yang baik. Adapun variasi nilai karakter yang dapat
dikembangkan melalui kultur sekolah
antara lain, pengembangan nilai agama, demokrasi, kedisiplinan, ramah
anak, anti kekerasan, kejujuran, dan lain sebagainya.
4. Kelestarian
Lingkungan Hidup, sejumlah sekolah yang fokus dalam pengembangan sekolah hijau
(green school) memiliki visi-misi yang berorientasi pada kehidupan dan kondisi
lingkungan masa depan yang lebih baik dan berkelanjutan (sustainability). Untuk
mewujudkannya, memerlukan komitmen bersama seluruh warga sekolah dalam
pengembangan kultur sekolah yang ramah lingkungan.
Komentar
Posting Komentar